OPINI PUBLIK YANG BERUSAHA MENGENDALIKAN MEDIA MASSA

14 November 2010

Apa yang kita alami beberapa tahun belakangan ini sebagai timpal balik atas perkembangan dunia teknologi dan komunikasi memudahkan kita untuk dapat menikmati segala sesuatu dengan begitu mudahnya. Media massa memiliki peran yang penting dalam membangun masyarakat. Fungsi media massa adalah sumber segala informasi dan edukasi, sarana hiburan, dan sebagai sarana control sosial. media sebagai kontrol sosial merupakan sebuah upaya mendorong kekuasaan eksekutif, legislative, dan yudikatif agar bermanfaat bagi masyarakat luas, melayani publik, dan berjalan pada jalur yang benar.

Informasi publik merupakan informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan Negara atau penyelenggara dan pemnyelenggaraan badan publik lainnya. Setiap kali muncul berita baru, masyarrakat akan memiliki persepsi pribadi mengenai informasi tersebut. Di dalam ruang publik masyarakat bebas memberikan pendapatnya, melalui surat pembaca, postingan blog, notes, bulletin board, masyarakat saling memberikan argumen satu sama lain memperdebatkan suatu kasus. Misalnya saja pada bencana Tsunami menimbulkan opini bahwa Indonesia yang sedang mengalami krisis ekonomi dan politik, krisis budaya yang mulai merusak moral bangsanya, tsunami datang sebagai tulah dan peringatan dari yang di atas bahwa kita harus memperbaiki kehidupan bangsa, namun beberapa pendapat mengemukakan bahwa fenomena alam seperti itu bisa saja terjadi kapanpun dan dimanapun. Selalu ada opini-opini yang berbeda pada sebuah kasus, dari situ munculah apa yang disebut sebagai opini publik. Opini publik ada untuk memberi tanggapan terhadap kasus-kasus ironis seperti korupsi, politik, budaya, dan lain-lain. Mereka memberikan pendapat atas sebuah kasus yang sedang hangat dibicarakan. Beberapa ahli Sosiologi menjelaskan pengertian opini publik sebagai berikut:
1. Menurut Leonard W. Doob, opini publik merupakan sikap orang-orang mengenai suatu soal, di mana mereka merupakan anggota dari sebuah masyarakat yang sama, dimana yang membentuk opini publik adalah sikap yang ditentukan oleh pengalaman pribadi atau kelompok.
2. Menurut Kruger Reckless, opini publik adalah penjelmaan dari pertimbangan seseorang tentang sesuatu hal, kejadian atau pikiran yang telah diterima sebagai pikiran umum. Opini publik bersifat relative, dapat benar dan dapat juga salah, akan tetapi oleh kebanyakan orang dianggap sebagai kebenaran.
3. Menurut Lawrence Lowall, opini publik bukanlah suatu mayoritas pendapat yang dapat dihitung secara numeric, melainkan jumlah mayoritasnya yang efektif.
4. Menurut Wikipedia, opini publik adalah pendapat kelompok masyarakat atau sintesa dari pedapat dan diperoleh dari suatu diskusi sosial dari pihak-pihak yang memilikkaitan kepentingan. Agregat dari sikap dan kepercayaan ini biasanya dianut oleh populasi orang dewasa. Subyek opini publik adalah masalah baru yang kontroversial dimana unsur-unsur opini publik adalah pernyataan yang kontroversial, mengenai suatu hal yang bertentangan, dan reaksi pertama/gagasan baru.

Opini publik lahir secara alami, terbentuk dari pendapat-pendapat masyarakat melalui media massa. Habermas (1997 : 27) mengungkapkan bahwa tiap-tiap individu berhak dan memiliki hak yang sama untuk masuk ke dalam publik sphere. Tiap-tiap orang pada dasarnya merupakan individu yang privat, bukan sebagai orang yang dengan kepentingan bisnis atau politik tertentu. Adanya jaminan bagi mereka untuk berkumpul dan mengekspresikan ide dan gagasan serta pendapat secara bebas tanpa ada perasaan takut atau tekanan dari pihak manapun. Media massa dianggap sebagai sarana yang mampu mempengaruhi masyarakat dengan cepat. Banyaknya jenis media massa yang ada membuat suatu peristiwa secara mudah dan diterima oleh masyarakat. Selain itu, sekarang semua orang dapat memberikan ide dan pendapatnya melalui media massa. Media massa sebagai publik sphere memberikan tempat gratis bagi masyarakat dari kalangan manapun untuk berbicara, memperbincangan topic-topik yang sedang hangat atau baru-baru saja terjadi.. Ruang publik berfungsi sebagai perantara antara pemerintah dan masyarakatnya. Ruang publik mendukung adanya kebebasan berbicara, kebebasan dari tekanan, dan hak untuk secara bebas berpartisipasi dalam debat politik dan pembuatan keputusan.

Memasuki era demokrasi, dimana media massa cenderung lebih bebas, ruang bagi opini publik mulai melebar. Seperti yang kita ketahui, kebebasan dalam berpendapat tidak lagi dikekang seperti pada jaman pemerintahan Soeharto. Kini masyarakat dari segala kalangan dapat turut serta menyuarakan aspirasinya di dalam ruang publik. UU No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik mengharuskan setiap informasi publik bersifat terbuka, transparan, dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik. Opini publik berperan aktif, bersikap kritis terhadap masalah ekonomi, politik, sosial budaya, dan permasalahan-permasalahan lainnya. Opini publik diharapakan juga dapat mewakili dan menampung suara-suara minoritas. Namun apakah masyarakat Indonesia sudah berperan secara aktif dalam era demokrasi ini?

Bayangkan saja bagaimana opini publik yang tercurah dalam media massa menciptakan suatu “spotlight” yang besar pada sebuah kasus. Beberapa waktu yang lalu media massa gencar memberitakan berita Prita Mulyasari, seorang karyawati yang namanya menjadi dikenal publik hanya karena surat emailnya. Setelah kasus Prita, bermunculan kasus-kasus serupa yang mengangkat tema “kesalahan kecil orang-orang kecil”, misalnya saja mbah Minah yang mencuri biji coklat, warga yang mencuri sisa kapuk randu, mencuri pisang dari kebun tetangga, dan lain-lain. Masalah seperti ini tentu saja bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia, namun tidak pernah diekspos secara besar-besaran. Baru setelah kasus Prita dan Mbah Minah, makin luas media memberitakan peristiwa-peristiwa serupa seperti ini. Media massa terus menggembor-gemborkan pemberitaan tersebut sehingga tercipta sebuah pendapat yang sangat kuat. Masyarakat memberikan dukungan-dukungan mereka bagi para “pencuri” melalui banyak media. Mereka berpendapat bahwa kesalahan yang dilakukan merupakan akibat dari khidupan mereka yang serba kekurangan. Akibatnya timbul persepsi pada setiap peristiwa pencurian serupa bahwa pencuri bukanlah pihak yang dapat disalahkan.

Yang dikhawatirkan sekarang adalah bagaimana jika media sebagai sarana opini publik tdak dapat memperlihatkan informasi dengan obyektif. Seperti yang kita tahu banyak sekali kalangan yang mendukung Prita, bahkan orang-orang yang tidak memiliki sangkut paut dengannya turut membantu. Walaupun ini merupakan solidaritas yang bagus, tetapi apakah Prita memang seharusnya benar-benar bebas? Atau karena tuntutan masyarakat yang meminta hukum untuk adil terhadap wong cilik, maka mereka membebaskan Prita. Dengan kata lain Prita bebas karena dukungan dari opini publik.

Lalu bagaimana yang terjadi dengan kasus Bibit Chandra? Kasus Bibit Chandra mulai dikenal banyak masyarakat (khususnya yang bukan penggila politik) sejak dukungan bagi mereka ada di Facebook. Gerakan 1.000.000 dukung Bibit Chandra merupakan gebrakan baru masyarakat yang ingin memberikan pendapatnya di ruang publik. Sampai sekarang sudah lebih dari 1.000.000 orang yang setuju dengan dukungan yang diberikan bagi mereka. Namun apakah mereka benar-benar paham apa yang terjadi dengan Bibit dan Chandra? Apakah mereka memiliki alasan yang kuat untuk ikut mendukung Bibit dan Chandra? Gerakan 1.000.000 dukung Bibit Chandra termasuk dalam grup atau kelompok dalam dunia facebook. Para facebookers dapat dengan mudah, hanya dalam sekali klik dapat join dalam group ini, dan bisa juga menginvite teman-temannya yang lain untuk ikut mendukung. Saya yakin tidak semua “pendukung” Bibit Chandra benar-benar mengikuti kasus yang terjadi pada mereka. Para facebookers yang bisa dikatakan sedang gila-gilanya pada facebook, hanya ikut-ikutan saja supaya terlihat lebih eksis. Di sini media yang dikendalikan oleh masyarakat awam berusaha untuk membentuk sebuah opini publik, sebuah persepsi muncul di kalangan luas bahwa Bibit dan Chandra harus dibela. Sampai sekarang kasus ini belum selesai dan masih dipersidangkan, namun opini publik yang sudah terbentuk menyebabkan banyaknya aksi-aksi demo yang dilakukan oleh masyrakat korban opini publik itu sendiri. Padahal belum terbukti 100% apakah Bibit dan Chandra memang benar-benar bersih dari kasus yang menyeret-nyeret nama KPK tersebut.

Dari contoh kasus di atas saya berpendapat bahwa dengan semakin berkembangnya ilmu teknologi, masyarakat semakin memilik andil dalam mengendalikan media massa. Melalui opini publik yang terbentuk melalui debat-debat publik, media massa diposisikan cenderung mendukung satu pihak dalam menghadapi sebuah kasus. Media menjadi tidak efektif karena semakin ke sini media semakin tidak obyektif dan hanya mengikuti arus opini publik. Parahnya lagi masyarakat Indonesia kebanyakan adalaha masyarakat follower. Masyarakat Indonesia cenderung melebih-lebihkan dalam mengambil sikap atas sebuah masalah. Biasanya orang-orang yang membuat sebuah kasus terlihat berlebihan adalah orang-orang dari golongan follower. Mereka yang hanya ikut-ikutan dengan ke-soktahu-an mereka, mereka, golongan yang paling bersemangat jika diajak demo, golongan yang paling bersemangat untuk menyalahkan salah satu pihak. Sebagai konsekuensinya, media harus mengikuti keinginan publik, karena kalau tidak media tidak akan laku di pasaran. Selain dikuasai oleh masyarakatnya, media juga dapat dikatakan telah menjadi sarana pasar dalam mempromosikan produknya. Kita dapat menyadari banyaknya media yang berkembang lebih cenderung ke arah komersial daripada professional. Fungsi media massa sebagai sarana control sosial patut dipertanyakan kembali, dengan opini publik dan pasar yang semakin menggerus media, akankah media bertahan dalam kebenaran?

Sunarjo, Djoenarsih S. Opini Publik. 1997. Yogyakarta: Liberty Offset Yogyakarta.

http://www.gseis.ucla.edu/faculty/kellner/ (Habermas, the Public Sphere, and Democracy: A Critical Intervention)
http://id.wikipedia.org/wiki/Opini_publik
http://.id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_14_Tahun_2008
http://rezaantonius.multiply.com/journal/item/38

0 komentar:

Post a Comment