Hefh. Akhirnya hari Jumat ini aku putuskan untuk ikut berenang. Sebenarnya sudah lama Bebek (ini nama temanku, nama aslinya sih Irene, nggak tau kenapa bisa dipanggil Bebek, mungkin karena kakinya cuma dua kaya bebek) iya, mungkin sudah berulang kali Bebek mengajakku berenang. Alasanku nggak mau ikut cuma satu: aku nggak bisa berenang. Padahal umurku sudah 18 tahun, dan beberapa minggu sebelum pengumuman kelulusan SMA-ku ini, kuputuskan untuk kembali ke kolam renang setelah 6 tahun lebih kejadian Tita-tenggelam-di-kolam-75cm.
Alat-alat perang: handuk, shampo, conditioner, sabun, sunblock, baju renang pinjam (nggak mungkin juga aku pakai baju renangku pas kelas 5 SD), ban pelampung, tabung oksigen kalau-kalau aku nanti tenggelam. Tapi sepertinya benda terakhir yang bodoh itu nggak perlu dibawa deh (-_-“). LEBAI. Dan ketika Bebek, Edu, Dana, Robit, menjemputku ke rumah dan melongo melihatku, aku putusin nggak jadi bawa benda paling besar dan paling penting buatku: ban pelampung. Pertama, mereka bilang nggak mungkin aku naik motor dengan seat-belt ban pelampung. Kedua, Robit sebagai korban yang mau tidak mau akan memboncengkan aku pasti malu boncengin cewe-berholahop-ban-pelampung-di-perut. Ketiga, di kolam renang sudah pasti banyak ban pelampung.
AND THE WAR IS BEGUN.
K olam renang “Muncul Gembira”. Kolam paling dangkal 1 M. Terus 1,5 M, 2M, dan 3M. Nggak pakai mikir aku mau nyemplung di mana.
“Bek, ayo nyari ban pelampung dulu,” aku memelas.
“Ha?? Ogah ah, kaya anak bayi aja. Nyari aja sendiri sono kalo mau.”
“Entar tenggelam.. serem ah.”
“Kagak! Norak amat sih. Lagian nggak ada orang lain di kolam ini selain kita, tenggelam juga paling malu sama ntu prosotan.”
Edu, Dana, Robit udah kaya ikan lele. Item, berkumis, berenang. Sudah pasti mereka nggak mau nemenin aku mencari penjaga kolam buat minta pelampung. Dengan bersumpah serapah kalau aku mati tenggelam akan menghantui mereka, teman-temanku mau menemaniku di kolam 1 M. Dan Edu dengan muka ikhlas tapi terpaksa mau mengajariku berenang.
“Nyelem aja dulu. Satu kaki ditaruh tembok, buat tumpuan, tangan dilurusin disamping telinga,bla,bla,bla....” sudah persis guru balet aja ini bocah.
Ya. Ya. Ya. Mau nggak mau aku nyelem juga. Sekali, dua kali, tiga kali, empat kali, berkali kali akhirnya agak bisa. Haha. Aku mencoba menyelam lebih jauh. Teman-temanku mulai autis (baca: sibuk dengan dunianya sendiri-sendiri), begitu juga aku. Dengan penuh pesona gaya dan gairah aku menyelam lebih jauh, semakin jauh ke tengah kolam. Tiba-tiba….
BLURPP.. BLLURP.. BLURPP.. HHABRSS.. HHABRSZZ.. BLREPP..
Aku gelagepan. Ada yang menarik kakiku dari dasar kolam. Jelas saja aku tenggelam, nafasku berat, gelagepan mau mati. Dan ketika aku sudah hampir mati, tiba-tiba ada tangan yang menarikku berdiri. Hufh…
“Kak, temenin aku renang dong,” seorang anak kecil perempuan dengan muka pucat sedang mengajakku berbicara. Ini anak datang dari mana ya?? Bukannya dari tadi yang renang cuma aku sama teman-temanku? Penjaga kolam juga nggak mungkin. Kulihat teman-temanku yang sedang asyik dengan dunianya. Satu, dua, tiga, empat. Empat orang pas. Berarti ini bukan rombonganku.
“Kamu siapa??” aku memanggil teman-temanku, “wooyy.. Ada yang bawa adeknya kesini yaa?” Mereka menghampiriku.
“Kak, temenin aku renang dong,” anak ini kira-kira berumur 8 tahun. Dia nggak pakai baju renang. Cuma singlet sama celana kolor pink.
“Ini siapa Ta?” Robit bertanya.
“Meneketehe. Dia hampir aja bikin aku mati. Masa kakiku ditarik-tarik. Gile aje.”
“Kamu siapa sih? Kamu kesini sama siapa? “ Bebek penasaran.
“Kak, temenin aku renang dong,” Ini anak cuma disetting biar ngomong gitu ya? Bikin emosi aja ini bocah.
“Kamu sama siapa dek kesininya?” aku bertanya lagi.
“Sendiri. Temenin aku renang dong,” dia menarik-narik tanganku. Kenapa harus aku sih? Aku kan NGGAK bisa berenang.
“Aku nggak bisa berenang, adek,, berenang sama Dana aja ya,” aku memilih Dana, karena dia dari tadi diam saja. (Emang kalau dari tadi diam kenapa coba?)
“Nggak mau!! Najong ah, aku kan mau renang di 3M. Masa aku bawa bayi ke 3M? Entar kalo kempongnya jatuh kan susah ngambilnya,” Ucapan Dana yang ngelantur nggak sesuai dengan raut mukanya yang serius. Dia meninggalkan kami dan berenang menuju kolam 3M. Anak kecil itu mengikuti Dana! Dia berenang ke kolam 3M! Kepalaku menciut. Dia saja bisa, masa aku nggak. (-_-“)
“Woyy!! Ngapain sih kamu ngikutin aku!?” Dana berteriak pada anak kecil tadi. Dari ujung kolam aku bisa mendengar kalau Dana marah. Kenapa sih Dana gitu banget sama anak perempuan-kecil-pucat-bersinglet-kolor-serba-pink yang nggak berdosa itu??
Anak SKSJ (Singlet Kolor Semuanya Jambon) tadi mendengus, lalu pergi meninggalkan Dana. Aku tidak pernah habis memperhatikan anak itu. Dia tetap stay cool di kolam 3M. Dia berenang dari ujung kolam ke ujung yang satunya. Anehnya, dia selau menghilang di tengah kolam, lalu tiba-tiba muncul di permukaan. Selalu begitu. Kali ini dia berenang menuju kolamku (yang cuma semeter ini). Sama seperti tadi, tiba-tiba dia menghilang di tengah kolam, nggak kelihatan sama sekali. Aku mencari-cari sampai tiba-tiba aku merasa ada yang mencengkeram kakiku dengan kencang. Aku berteriak “TOL—“ BLURPP.. BLLURP.. BLURPP.. HHABRSS.. HHABRSZZ.. Dia menarik kakiku lagi. Aku tenggelam lagi. Aku berusaha sekuat tenaga untuk bertahan.
“PERGII!!” Dana mengusir anak SKSJ tadi sambil menolongku keluar dari kolam. Dia pergi, berenang ke kolam 3M lagi. Kami memutuskan untuk pulang.
“Pak, tadi emang ada anak kecil masuk ya setelah kami?” Bebek bertanya pada penjaga kolam ketika aku dan dia masih menunggu Edu, Robit, dan Dana ganti baju.
“Oh, itu Yanti. Dia itu penunggu kolam renang ini. Dia dulu sering berenang sendirian di sini, sekitar 9 tahun yang lalu dia tenggelam dan meninggal di sini. Sampai sekarang dia masih sering berenang di sini. Dia nggak ganggu kok, cuma minta ditemenin berenang aja. Dia nyari temen kayanya,” bapak itu bercerita dengan sangat santai dan lempengnya. Aku dan Bebek tercekat. Terdiam. Jadi, tadi aku renang sama hantu?? HANTU??
Aku dan Bebek menceritakan hal itu pada Edu, Robit, dan Dana ketika kami sudah sampai di rumahku. Nggak mungkin juga aku tadi cerita di jalan. Aku nggak mau mengambil resiko Robit menabrak ayam lewat kalau mendengar ceritaku.
“Jadi tadi Setan? “ Edu memeluk Robit.
“SETAN?!” Robit memeluk Edu lebih erat. Aku jadi nggak enak melihat dua cowok pelukan mesra gitu.
“Iya… aku sama Tita juga nggak percaya, tapi Bapak penjaga kolam itu ngeyakinin banget ceritanya,” Bebek menyumpratkan mie ayam dari mulutnya.
“Argh! Nggak percaya! Maunya aja dibohongin sama penjaga kolam! Setan itu nggak ada! Aku mau buktiin kalo perlu,” Edu tersedak mendengar Dana bicara seperti itu.
“Nggak usah deh Dan, nggak usah aneh-aneh!” Kami mengangguk-angguk setuju dengan ucapan Edu. Dana diam saja seperti memikirkan sesuatu.
Malam minggu tiba-tiba Dana menelpon rumahku. Suaranya lirih sekali seperti orang sakit. Atau mungkin dia memang sedang sakit. Paling parah dia mencret atau alergi bakpao ayam.
“Ternyata bener, Yanti itu hantu. Kamu jangan kesana lagi ya. Bilang sama yang lain. Sorry ya aku nggak bisa renang lagi sama kalian-“tuut..tuut… telepon terputus. Belum sempat aku memikirkan maksud Dana, HPku berdering. Wew, laku juga aku malam ini. Bebek calling.
“Ya, Neng, ade ape Buk? Kangen ye?” Aku ngakak.
“Ta, tadi pagi Dana renang lagi ke Muncul Gembira sendirian. Dia sempat SMS aku dan bilang kalau ketemu Yanti dengan kostum yang sama persis kaya kemarin. Aku nggak bales soalnya tadi nggak ada pulsa. Barusan aku dikabarin ibunya Dana, katanya Dana meninggal. Dia tenggelam di kolam renang. Penjaga kolam lihat dia seperti ditarik ke dasar kolam. Tapi penjaga kolam nggak cerita soal Yanti ke keluarganya Dana, takutnya mereka nggak percaya,” jantungku berdegup kencang. Aku nggak percaya. Lalu, yang barusan telepon aku siapa?? Aku cuma diam.
“Ta? Ta? Halo? Halo? Ta??? Kamu masih di sana kan? Tita??”
JUDULNYA APA YA?? HIHIHIHIHIIII
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 komentar:
cieeee...yang masuk koran haha :)
Post a Comment